Soroti Tumpang Tindih AntarBUMN, Nasim Khan: Rakyat Jadi Korban
Anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan dalam agenda Kunjungan Kerja Komisi VI DPR RI ke Palembang, Sumatera Selatan, Senin (23/6/2025). Foto: Saum/vel
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan melontarkan sejumlah catatan terhadap lemahnya koordinasi antarBUMN yang dinilainya menjadi akar dari banyak persoalan di daerah. Menurutnya, inkonsistensi komunikasi dan ketidakhadiran pemimpin BUMN dalam rapat-rapat penting memperparah ketidakjelasan arah kebijakan korporasi negara.
“Ini sudah pertemuan ketiga, tapi Direktur Utama tidak pernah hadir. Bagaimana mungkin kita bisa membenahi kinerja kalau komunikasi dasar saja tidak dijalankan?” ujar Nasim dalam agenda Kunjungan Kerja Komisi VI DPR RI ke Palembang, Sumatera Selatan, Senin (23/6/2025).
Ia pun memaparkan salah satu contoh tumpang tindih dan minimnya integrasi antarBUMN, terutama di sektor energi, pertambangan, dan perbankan. Satu di antaranya adalah kerja sama Inalum dengan PLN yang hingga kini masih belum jelas, serta limbah industri yang menyentuh wilayah kehutanan tanpa penyelesaian konkret.
“Kita butuh keputusan tegas antar BUMN. Bukan malah saling tunggu, saling lempar. Akhirnya rakyat daerah yang menanggung akibatnya,” tegasnya.
Lebih lanjut, dirinya turut menyampaikan keprihatinan atas belum terselesaikannya persoalan tambang ilegal di Muara Enim, Sumatera Selatan, yang justru terus merusak ekosistem dan memperburuk citra negara. “Koordinasi antara BUMN dengan kementerian teknis dan pemerintah daerah juga tumpang tindih. Kalau dibiarkan, ini bukan hanya soal ekonomi, tapi soal tata kelola negara,” katanya.
Politisi Fraksi PKB itu pun menyinggung pentingnya perbaikan sistem di sektor perbankan negara seperti BRI dan BNI, termasuk isu sensitif terkait kebocoran data, penyaluran KUR yang tersendat, hingga masalah internal SDM yang belum diselesaikan secara profesional. “Ini bukan masalah kecil. Ini soal kepercayaan rakyat terhadap negara. Kalau SDM-nya kacau, sistemnya bocor, lalu KUR-nya macet, bagaimana bisa kita dorong pertumbuhan UMKM secara nasional?” ungkapnya.
Terakhir, ia menegaskan bahwa kelemahan manajerial dan absennya pemimpin dalam dialog publik hanya akan memperlebar jurang antara pusat dan daerah. “Kami tidak akan lelah mengingatkan. Kalau BUMN ingin berfungsi sebagai alat negara, maka tata kelolanya harus mencerminkan nilai-nilai publik, bukan hanya hitungan bisnis,” pungkas Nasim. (um/aha)